Kamis, 03 Agustus 2017

Lelaki Itu Pendeta


Suprise! Itu yang aku rasakan ketika di sebuah acara penilaian kampung terbaik, tiba-tiba ada yang ngajak becandaan, awalnya aku pangling dengan penampilannya dan pembawaan bapak ini sopan sekali, ooh dia pendeta, pantesan! heuum tapi ada yang mencurigakan dari wajah si Bapak ini heum apa yaaa? Kutelisik lagi raut wajahnya seperti familiar daaan... Oh My God! Tanpa sadar aku segera meninju lengannya dan dia mengaduh kecil hahaha Dia ini temanku! Teman SMA, Sahabat terbaik dan aku memanggilnya abang Paul. Why?

Aku sekelas dengannya, terkadang duduk sebangku, aku memanggilnya abang bukan tanpa sebab, selain dia lebih tua dariku, (pssst kabarnyad ia dulu pernah gak naik kelas, entah benar entah tidak, yang pasti gosip itu disebarkan oleh orang yang iri sama kegantengannya  yang hampir sebelas dua belas dengan Jhon Bon Jovi) Bang paul ini  juga pelindungku semacam bodyguard? Bukan! Semacam apa ya? Boleh dibilang semacam Superman, jadi ketika aku marah, sedih atau nangis (nangis mah cuman sekali!) aku tinggal berteriaak memanggil namanya, ia secepat kilat akan hadir berdiri dihadapanku dan mendengarkan ocehanku lalu dengan coolnya dia akan mengusap pucuk kepalaku, atau mengacak-ngacak rambutku, menghiburku dengan banyolannya atau dengan lukisan karikaturnya yang lucu, atau dia akan memintaku duduk didekatnya, lalu ia akan menyanyikan sebuah lagu Bang Iwan Fals dengan gitar andalannya. Dia selalu bisa menenangkanku dan membuatku tersenyum kembali. Aku tak lebih dari adik kecil buat dia.

Diluar sekolah kami juga satu genk, selain ngumpul dimalam week end, sepedaan keliling kota, gitaran dan ngerock sepanjang malam, mulai dari lagu sekelas GNR, MR.BIG, White Lion, hingga sekelas Dewa, slank dan Iwan Fals jika kehabisan stok maka akan berakhir dengan lagu-lagu malaysia.Dua atau tiga bulan sekali week end juga kami isi dengan camping ke areal  Inhutani, diluar camping Pramuka. Kerjaan berbayar genk kami adalah memburu  party time walaupun hanya dengan bayaran ‘boleh makan dua piring’ itu adalah prestasi, hadir di acara pernikahan tanpa harus membawa angpau yang cuman boleh makan satu piring, kami justru dapat dua! kerjanya cuman angkatin piring kotor dan bantu bersih-bersih, sepiring makanan sebelum kerja sepiring lagi jika kerjaan sudah beres. Genk  aku isinya cowok semua. Seru bisa mengomando mereka sebagai koordinator, atau jadi Ratu semalam pada saat camping, karena aku gak boleh ikut kerja apa-apa, bolehnya duduk manis dan bernyanyi aza, menunggu mereka menghidangkan sepiring makanan hasil masakan para cowok andalan.

Solidaritasku dimana? Heum tunggu solidaritasku akan kubuktikan pada saat bang Paul dan yang lainnya terancam dikeluarkan dari kelas karena telat bayar SPP dan aku akan ikutan gak bayar, karena dikeluarkan bersama mereka itu asyik. Kami jadi bolos secara legal dan pergi kesuatu tempat untuk menyanyi atau rujakan gegegehk. Solidaritasku juga kubuktikan ketika harus merangkak dibawah pagar sekolah yang sedikit rusak dan kami melarikan diri diantara perkebunan orang di belakang perpustakaan,  atau ikutan dijemur karena terlambat mengikuti upacara sekolah. Padahal aku sudah datang dari pagi. Konyol? Terserah! Tapi itu seru, dan tidak mengurangi kecerdasanku.

Kepikiran jadiin pacar? Yaelaaah neng, dulu jaman SMA gak pernah kepikiran buat romansa-romansaan dengan sahabat tak pernah! Atau pacaran sekelas? Idiih jijay, sekelas artinya bersaudara, gak laaah! Sahabat ya sahabat, teman sekelas ya saudara, kalau gebetan, nah itu lain lagi... hahah!
Masa SMAku masa yang sangat seru, indah dan berkesan bukan soal romansa-romansaan tapi soal serunya dunia persahabatan. Jadi geli aza sama sinetron-sinetron abal-abal abad kekinian yang masih Junior High School sudah adegan pacar-pacaran hedeeuuh ...

Terpisah 20 tahun lebih, Pria berbaju seragam SMA yang dulu selalu lusuh dan menenteng gitar keman-mana, serta suaranya khasnya yang menyanyikan lagu “Denting piano” kini telah berubah menjadi seorang pendeta, sungguh diluar nalarku. Tak pernah membayangkan orang secuek dan sekonyol dia berakhir jadi pendeta. Tentu dia takkan berani lagi mengusap gemas pucuk jilbabku  atau menggodaku lewat banyolan dan kerlingan matanya yang lucu. Tapi kami tetap bercanda mengingat masa-masa SMA kami yang penuh keseruan.

Dia mengisahkan pada kawan-kawannya betapa aku dulu cewek yang bandel dan tomboy juga rajin bolos bersama dia, dia menceritakannya dengan mimik sedikit ekspresif tapi dengan kedua tangannya yang tetap saling mengenggam, dia harus menjaga gestur sebagai seorang pendeta.  Aku tak menyalahkan sedikit kekakuannya, memang begitulah seharusnya setiap orang berproses dari dunia remaja yang nakal lalu ia menjadi lebih bijaksana di usianya yang tidak muda lagi, sedangkan aku tetap dengan gayaku yang songong, somplak tapi lucu dan tentu tidak mengurangi manisnya aku yang selalu tampak muda dan sangat mudah dikenali huweeek ...